Pengertian,
Jenis dan pandangan tentang konflik
Pengertian Konflik
Terdapat banyak defenisi tentang
konflik, meskipun memiliki banyak makna yang berbada-beda, beberapa tema umum
mendasari sebagian besar definisi tersebut. Konflik harus dirasakan oleh
pihak-pihak yang terlibat, apakah konflik itu ada atau tidak ada merupakan
persoalan persepsi. Apabila tidak ada yang menyadari adaya konflik, secara umum
maka di sepakati tidak ada konflik. Definisilain adalah pertentangan atau
ketidakselarasan dan bentuk-bentik interaksi. Beberafa faktor ini menjadi
kondisi yang merupakan titik awal terjadinya konflik.
Jadi dapat di definisikan bahwa
konflik sebagai sebuah pross yang di mulai ketika satu pihak memiliki persepsi
bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan mempengaruhi
secara negatif sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama.
Pengertian Konflik menurut
Robbins, Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak
merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera
memengaruhi secara negatif pihak lain.
Menurut Alabaness, Pengertian
Konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih
merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri
usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua pengertian konflik yang
disampaikan pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih
banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan
merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai
konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga
sebaliknya.
Jenis Konflik
Secara spesifik ada tiga jenis
konflik yaitu, Konflik Tugas berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
Konflik Hubungan berfokus pada hubungan antarpersonal. Konflik Proses
berhubungan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.
Jenis jenis konflik dibedakan dalam
beberapa perspektif. antara lain :
1. Konflik intraindividu. Konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya
tekanan peran dan ekpektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
2. Konflik antarindividu. Konflik yang terjadi antarindividu yang berada dalam suatu kelompok
atau antarindividu pada kelompok yang berbeda/
3. Konflik antarkelompok. Konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok
lain.
4. Konflik organisasi. Konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural
maupun fungsional. Contoh : konflik antara bagian pemasaran dengan bagian
produksi.
Pandangan Tentang Konflik
1.
Pandangan
Tradisional
Pandangan tradisional menyatakan
bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Aliran ini memandang konflik sebagai sesuatu hal yang buruk, tidak
menguntungkan dan juga selalu merugikan organisasi. Oleh karena itu konflik ini
harus dicegah dan juga dihindari sebisa mungkin dengan mencari akan
permasalahannya.
2. Pandangan Hubungan Kemanusiaan
Pandangan aliran behavioral ini
menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak dapat
dihindarkan dalam setiap kelompok manusia. Konflik ini sebenarnya tidak selalu buruk
karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja
kelompok. Konflik tidak selamanya hanya merugikan, bahkan bisa menguntungkan,
yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
3. Pandangan Interaksionis
Pandangan ini menyatakan bahwa
konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, namun juga
mutlak diperlukan untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja secara positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini berdasarkan
pada keyakinan bahwa organisasi yang tenang, damai dan harmonis ini justru akan
membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan juga tidak inovatif.
Dampaknya yaitu pada kinerja organisasi menjadi lemah.
B.
Faktor faktor
pemicu dan proses terjadinya konflik.
Faktor Terjadinya Konflik
1.
Perbedaan
individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang
unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda
satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2.
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan
terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan
pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu
yang dapat memicu konflik.
3.
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian
maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda.
4.
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim
dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan
mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya,
pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional
yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Proses Terjadinya konflik
Proses Konflik di pahami sebagai sebuh proses yang terdiri atas
lima tahapan : potensi pertentang atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi,
maksud, perilaku, dan akibat.
TAHAP I: POTENSI PERTENTANGAN ATAU KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama dalam proses konflik
adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya
konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke konflik,
tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Secara
sederhana, kondisi-kondisi tersebut (yang juga bisa dipandang sebagai sebab
atau sumber konflik) dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi,
struktur, dan variable-variabel pribadi.
TAHAP
II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Sebagaimana telah disinggung dalam
definisi mengenai konflik, diisyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu
pihak atau lebih haris menyadari adanya kondisi kondisi anteseden atau
pendahulu. Namun, karena suatu konflik yang dispersepsi (perceived), tidak
berarti bahwa konflim itu dipersonalisasi.
Konflik dispersepsi adalah kesadaran
oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi kondisi yang menciptakan peluang
munculnya konflik.
TAHAP
III : MAKSUD
Maksud (intentions) mengintervensi
antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud adalah
keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah
semata mata karena salah satu dari pihak salah dalam memahami maksud lain.
Selain itu, biasanya perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga
perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
5 Maksud penanganan konflik :
BERSAING (COMPETING)
Ketika seseorang brusaha memperjuangkan kepentingan sendiri, tanpa
mempedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik.
BEKERJA SAMA (COLLABORATING)
ketika pihak yang berkonflik berkeinginan untuk bersama sama
memperjuangkan kepentingan kedua belah pihak, dan mengupayakan hasil yang sama
sama menguntungkan serta pencarian kesimpulan yang menyertakan wawasan yang
valid dari kedua belah pihak.
MENGHINDAR (AVAIDING)
Hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik. Contoh
dari perilaku menghindar (avaiding) adalah mencoba mengabaikan suatu konflik
dan menghindari orang lain yang tidak bersepakat dengan diri sendiri.
AKOMODATIF (ACCOMODATING)
Kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan
kepentingan lawannya diatas kepentingannya sendiri. Contoh dari akomodatif (accommodating)
adalah kesediaan untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri sehingga tujuan
pihak lain dapat tercapai, mendukung pendapat orang lain meskipun diri sendiri
sebenarnya enggan, serta memaafkan seseorang atas suatu pelanggaran dan membuka
pintu bagi pelanggaran selanjutnya.
KOMPROMIS (COMPROMISING)
Suatu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia
mengalah dalam satu atau lain hal. Ketika masing-masing pihak yang berkonflik
berusaha mengalah dalam satu atau lain hal, terjadilah tindakan berbagi yang
mendatangkan kompromi. Ciri khas dari maksud kompromis adalah bahwa
masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah. Contohnya yaitu
kesediaan dalam menerima kenaikan gaji 2 dollar per jam dan bukannya 3 dollar, untuk menerima
kesepakatan parsial dengan sudut pandang tertentu, dan untuk mengaku turut
bertanggung jawab atas sebuah pelanggaran.
TAHAP
IV: PERILAKU
Ketika berpikir tentang situasi
konflik, maka sebagian besar orang akan cenderung memusatkan perhatian mereka
pada Tahap IV yaitu perilaku. Tahap perilaku ini meliputi pernyataan, aksi, dan
reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini
biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari
masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang
berbeda dari maksud. Sebagai akibat dari salah perhitungan atau ketrampilan
operasional yang rendah, perilaku yang tampak terkadang menyimpang dari maksud
semula.
TAHAP
V: AKIBAT
Jalinan aksi-reaksi antara
pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi
ini bisa bersifat fungsional dalam arti konflik tersebut menghasilkan perbaikan
kinerja kelompok atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat
kinerja kelompok.
Dampak konflik dan pengelolaannya.
- Dampak Negatif: Menghambat komunikasi, Mengganggu kohesi (keeratan hubungan), Mengganggu kerjasama atau “team work”, Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme. Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
- Dampak Positif: Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis, Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi, Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat. Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan: Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka, Memberikan saluran baru untuk komunikasi, Menumbuhkan semangat baru pada staf, Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi, Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Strategi Mengatasi
Konflik
Munculnya konflik tidak selalu
bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka konflik
dapat memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi.
Beberapa
strategi mengatasi konflik antara lain adalah:
- Contending (bertanding) yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai salah satu pihak atau pihak lain;
- Yielding (mengalah) yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari apa yang sebetulnya diinginkan;
- Problem Solving (pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak;
- With Drawing (menarik diri) yaitu memilih meninggalkan situasi konflik baik secara fisik maupun psikologis. With drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi.
- Inaction (diam) tidak melakukan apapun, dimana masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak lain, entah sampai kapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar