nice lern to our blog

manajemen kepondokmoderenan

TUGAS PENGANALISISAN PERSAMAAN MANAJEMEN KEPONDOK MODERENAN DENGAN MANAJEMEN STRATEGIK Oleh : Daud Haekal Haw...

Minggu, 15 Juli 2018

Manajemen Strategi Dalam Islam







Manajemen Strategi Dalam ISLAM
      Latar Belakang
Dalam Islam, istilah berbisnis sudah tidak asing lagi melainkan sudah sangat populer. Berbisnis dalam Islam adalah transaksi akad jual beli yang memperoleh keuntungan. Inti dari berbisnis adalah pertama, adanya akad jual beli, kedua adalah adanya penjual dan pembeli dan yang ketiga adalah adanya keuntungan yang didapat.
Islam merupakan agama yang komperehensif, mencakup semua aspek kehidupan baik didunia maupun di akhirat. Dalam kehidupan dunia, Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk menjadi khalifah. Tentun ya, bagaimana manusia dapat mengelola dunia dengan baik sehingga timbul kemanfaatan dan kebagiaan.salah satu cvara bagaimana manusia dapat mengelola dan mengurus dunia adalah dengan  berbisnis. Berbisnis dalam Islam juga memiliki strategi yang handal jika diterapkan dalam kehidupan. Dalam Islam, berbisnis merupakan format penerapan mencari rizki dengan baik karena Allah SWT dalam Al-Qur’an telah menyuruh manusia untuk berusaha mencari rizki yang halal dan baik.
Dalam realitanya sekarang ini, banyak orang yang melakukan bisnis tetapi jauh dari koridor Islam. Produk yang dihasilkan terkadang tidak sesuai dengan syara’. Pelayanan tidak memadai bahkan saling menjatuhkan antar para kompetitor. Hal inilah yang menjadi problem berbisis dalam Islam. Disamping itu, banyak orang yang masih belum mengetahui tentang berbisnis secara detail. Oleh karena itu, strategi berbisnis dalam Islam sangatlah penting dan dibutuhkan bagi seluruh manusia terutama umat Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian strategi ?
2.      Bagaimana strategi dalam tinjauan Islam ?
3.      Bagaimana implementasi strategi Islam dalam berbisnis ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Strategi
               Kata “strategi” berasal dari bahasa yunani “strategos”, yang berasal dari ‘stratos’ yang berarti militer dan ‘ag’ yang berarti memimpin.[1] Istilah manajemen strategi merujuk kepada proses manajemen untuk merumuskan visi, menentukan tujuan, menyusun strategi, mengimplementasikan dan melaksanakan strategi, serta mengadakan koreksi penyesuaian dalam visi, tujuan, strategi dan pelaksanaanya yang tidak sesuai. Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai serangkaian keputusan dan tindakan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang dirancang untuk meraih tujuan suatu perusahaan.
              Konsep strategi berasal dari istilah militer, yang berasal dari kata Yunani strategia, yang berarti seni atau ilmu menjadi jendral. Dalam perkembangannya istilah strategi dipakai di bidang lain seperti manajemen.
              Konsep strategi mencakup komponen perencanaan dan pengambilan keputusan organisasi dalam mencapai tujuan. Strategi didefinisikan sebagai penetapan tujuan jangka panjang yang sifatnya mendasar dari suatu organisasi, dan pemilihan alternative tindakan serta alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.[2]

B.     Strategi Dalam Tinjauan Islam
Proses menyusun strategi pada masa Rasulullah juga sering kali digunakan untuk berdakwah dan memperluas kekuasaan atau bahkan berperang. Salah satu konsep strategi perang yang diketahui adalah kisah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu mengganti formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru. Selain itu, khalid bin Walid mengulur-ulur waktu peperangan sampai sore hari karena menurut aturan peperangan pada waktu itu, peperangan tidak boleh dilakukan pada malam hari. Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu berterbangan. Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.
Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung Islam telah mengajarkan umatnya untuk merangkai dan menjalankan sebuah strategi agar tujuan  organisasi dapat tercapai.
Begitu pula strategi dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
Berkenaan dengan hal itu, Islam telah menggariskan bahwa hakikat amal perbuatan haruslah berorientasi bagi pencapaian ridha Allah SWT. Hal ini seperti yang dikatakan Allah dalam Qur’an surat Al Mulk ayat 2 sampai 3 yang mensyaratkan dipenuhinya dua syarat sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan hukum syariat Islam. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong ahsan (ahsanul amal), yakni amal terbaik di sisi Allah SWT.[3]
Dengan demikian, keberadaan manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut. Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya nilai utama organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi. Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang muslim, sementara yang haram akan ditinggalkan semata mata untuk menggapai keridhoan Allah SWT.
Sebagai sebuah proses Islami, maka manajemen strategis bagi suatu organisasi akan dikendalikan oleh nilai-nilai transendental (aturan halal-haram), dari cara pengambilan keputusannya hingga pelaksanaannya sama sekali berbeda dengan aplikasi manajemen strategis konvensional yang non Islami.
Berbeda bengan landasan sekularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, aplikasi manajemen strategis non Islami tidak memperhatikan aturan halal-haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan organisasi.
Dalam menyusun strategi jika dilihat dari perspektif Islam menekankan pada wilayah halal dan haram. Hal tersebut dapat dilihat pada prinsip-prinsip Islam mengenai halal dan haram, prinsip-prinsip tersebut diantaranya yaitu:
1.      Segala sesuatu pada dasarnya boleh.
2.      Untuk mebuat absah dan untuk melarang adalah hak Allah semata.
3.      Melarang yang halal dan membolehkan yang haram sama dengan shirik.
4.      Larangan atas segala sesuatu didasarkan atas sifat najis dan melukai.
5.      Apa yang halal adalah yang diperbolehkan, dan yang haram adalah yang dilarang.
6.      Apa yang mendorong pada yang haram adalah juga haram.
7.      Menganggap yang haram sebagai halal adalah dilarang.
8.      Niat yang baik tidak membuat yang haram bisa diterima.
9.      Hal-hal yang meragukan sebaiknya dihindari.
10.  Yang haram terlarang bagi siapapun.
11.  Keharusan menentukan adanya pengecualian.[4]
Hal tersebut selaras dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam  Muslim yang menekankan bahwa tolak ukur strategi adalah  hukum syara’ tentang halal haram, hadist tersebut berbunyi :
“Tinggalkan olehmu sekalian apa saja yang telah ku tinggalkan. Sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan umat-umat sebelum adalah banyaknya pertanyaan mereka dan mereka bertindak tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh nabi-nabi mereka. Oleh karena itu, bila aku melarang sesuatu kepada kamu sekalian maka jauhilah, dan bila aku memerintahkan sesuatu maka kerjakanlah sekuat tenaga.”
Begitu pula dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT pada Qur’an surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi :
Artinya : “.. Apa saja yang dibawa/diperintahkan oleh Rasul (berupa hukum) kepadamu maka terimalah dia. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah..,” (Q.S Al-Hasyr : 7).
Jadi, Islam telah menetapkan bagi manusia suatu tolok ukur untuk menilai segala sesuatu, sehingga dapat diketahui mana perbuatan yang terpuji (baik) yang harus segera dilaksanakan dan mana perbuatan tercela (buruk) yang harus segera ditinggalkan. Tolok ukur ini, adalah hukum syara’ yakni aturan-aturan Allah SWT. Yang dibawa oleh Rasul. Bukan akal dan nafsu manusia. Sehingga apabila syara’ menilai perbuatan tersebut terpuji (baik), maka itulah terpuji (baik), sedangkan apabila syara’ menilai suatu perbuatan tercela (buruk) maka itulah tercela (buruk).
Tolak ukur ini bersifat abadi dan tidak berubah selama-lamanya. Karena itu perbuatan yang terpuji (baik) menurut syara’ seperti shalat, berakhlak mulia, menepati janji, berbuat baik kepada orang tua, melaksanakan jual beli dengan jalan yang halal, dan lain-lain tidak akan berubah menjadi perbuatan yang tercela (buruk). Hal tersebut dapat digunakan dalam menyusun strategi yang bertujuan untuk menggapai visi, misi dan tujuan organisasi harus melihat prinsip-prinsip halal haram tersebut agar tujuan organisasi tidak hanya demi menggapai orientasi materi tetapi juga demi menggapai ridho Allah pada setiap prosesnya.
C.    Implementasi Perencanaan Strategis Islam Dalam Berbisnis
              Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan, untuk “bekerja”. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk [67] : 15, yang berbunyi :
              Artinya : “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Q.S Al-Mulk :[67]: 15
              Selain itu dalam mencari rezeki Islam juga sangat menekankan pada aspek kehalalannya, baik dari sisi perolehan maupun pendayagunaannya.
              Sejalan dengan kaidah ushul “al-alsufi al-afal at-taqayyud bi huhmi asy-syar’i”, yang berarti bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’: wajib, sunnah, makruh, atau haram, pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat. Dengan kata lain, syariat merupakan nilai yang menjadi payung strategis ataupun taktis organisasi bisnis. Dengan kendali syari’at, bisnis bertujuan mencapai empat hal utama, yaitu
1.      Targeting hasil : profit-materi dan benefit-nonmateri
2.      Pertumbuhan, artinya terus meningkat
3.      Keberkahan atau keridhaan Allah
              Targeting hasil : Profit-materi dan benefit-nonmateri. Tujuan perusahaan tidak hanya untuk mencari profit (qimah maqdiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga memperoleh dan emmberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, dan sebagainya.
              Benefit yang dimaksudkan tidak serta-mata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya beroroentasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi lainnya, yaitu qimah inaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah. Dengan orientasi al-insaniyah berarti pengelola perusahaan juga dapat memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, sedekah, dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlaqul karimah (akhlak mulia) menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas pengelolaan perusahaan, sehingga dalam perusahaan tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu, qimah ruhiyah berati perbuatan tersebut bermaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
              Dalam setiap amalnya, seorang muslim selain harus berusaha meraih qimah yang dituju, upaya yang dilakukan itu juga harus sesuai dengan aturan Islam. Dengan kata lain, suatu aktivitas harus disertai kesadaran hubungannya dengan Allah.[5] 
              Dengan berkembangnya konteks persaingan, dunia usaha di tuntut untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi yang dapat mengantisipasi terhadap kecenderungan-kecenderungan baru untuk mencapai dan mempertahankan posisi bersaing maupun keunggulan kompetitifnya. Perumusan strategi tersebut merupakan keputusan yang menyelaraskan antara kondisi lingkungan eksternal yang terjadi sekitar perusahaan, dan sumber daya, serta harapan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang akan datang.
              Strategi merupakan pilihan pola tindakan atau rencana tentang apa yang ingin dicapai perusahaan dan hendak menjadi apa suatu organisasi dimasa yang akan datang dengan mengintegrasikan tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan serta bagaimana cara mencapai keadaan yang dinginkan  tersebut dengan mengalokasikan sumber daya yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut.[6]
              Konsep dasar strategi merupakan rencana berskala besar dengan berorientasi masa depan, untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan, demi mencapai tujuan perusahaan dalam jangka panjang. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai bagaimana, kapan, dan dimana perusahaan akan bersaing, dengan siapa perusahaan sebaiknya bersaing, dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing.
              Dalam mendapatkan keunggulan bersaing bisa jadi terdiri dari dari banyak persaingan/pertempuran, dan untuk mendapatkan keunggulan bersaing tidak harus memenangkan semua pertempuran. Proses paling penting pada saat perumusan strategi adalah saat merumuskan alternatif dan menentukan pilihan tujuan dan cara mencapainya.[7] Untuk mencapainya maka perlu dibuatnya kerangka perencanaan strategis, diantaranya yaitu :
1.      Tahapan I, Prakondisi Perencanaan
Tahapan ini berintikan pada analisis dan diagnosis internal dan eksternal organisasi. Analisis tersebut bertumpu pada basis data tahunan dengan pola 3-1-5. Maksudnya , data yang ada diupayakan mencakup data perkembangan pada 3 tahun sebelum dilakukan analisis serta kecenderungan organisasi untuk 5 tahun ke depan. Pada tahapan ini analisis SWOT sangat diperlukan untuk menganalisis kondisi internal maupun eksternal. Hal tersebut dilakukan agar strategi memiliki dasar serta fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dan tentu dengan melihat aspek halal-haramnya.
2.      Tahapan II, Perumusan Perencanaan
Apabila prakondisi perencanaan berhasil maka langkah selanjutnya adalah melakukan perumusan perencanaan. Tahapan ini meliputi tiga jenjang perencanaan, yaitu strategi induk, strategi program jangka menengah, dan program jangka pendek.
a.       Strategi Induk, pada strategi induk berisikan visi, misi dan tujuan yang berorientasi pada syariah.
b.      Strategi Program Jangka Menengah, dalam strategi ini terdapat rencana-rencana fungsional yang berfungsi untuk mengimplementasikan strategi induk yang telah ditentukan dalam jangka waktu setengah dari waktu pencapaian.
c.       Tahapan III Implementasi dan penilaian umpak balik
·         Implementasi. Pada tahap ini, implementasi perencanaan bertumpu pada alokasi dan pengorganisasian SDM. Aktivitas ini mencakup distribusi kerja diantara individu dan kelompok kerja dengan mempertimbangkan tingkatan manajemen, tipe pekerjaan, pengelompokan pembagian pekerjaan serta mengusahakan agar bagian-bagian itu menyatu seluruhnya dalam sebuah tim dimana seluruh anggotanya bersinergi dalam kesamaan visi, misi, dan tujuan organisasi.
·         Penilaian dan umpan balik, tahapan ini adalah proses paling akhir dari perencanaan strategis. Penilaian dilakukan sesuai prosedur organisasi yang dikembangkan. Yakni yang mengacu pada tolak ukur strategi dan operasional.[8]
             




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
              Strategi didefinisikan sebagai penetapan visi, misi dan tujuan jangka panjang yang sifatnya mendasar dari suatu organisasi, dan pemilihan alternative tindakan serta alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Dalam tinjauan Islam, strategi telah dijalankan oleh para sahabat Rasul dalam berdakwah dan berperang yang bertujuan untuk mencapai Ridho Allah dan memperluas ajaran Islam.  Sedangkan manajemen strategis bagi suatu organisasi akan dikendalikan oleh nilai-nilai transendental (aturan halal-haram), dari cara pengambilan keputusannya hingga pelaksanaannya sama sekali berbeda dengan aplikasi manajemen strategis konvensional yang non Islami.
              Dengan berkembangnya konteks persaingan, dunia usaha di tuntut untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi yang dapat mengantisipasi terhadap kecenderungan-kecenderungan baru untuk mencapai dan mempertahankan posisi bersaing maupun keunggulan kompetitifnya. Perumusan perencanaan strategi sangat diperlukan oleh pelaku bisnis untuk menganalisis bisnis yang akan dijalankan. Hal tersebut merupakan keputusan yang menyelaraskan antara kondisi lingkungan eksternal yang terjadi sekitar perusahaan, dan sumber daya, serta harapan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang akan datang.
B.     SARAN
Demikian makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk lebih baiknya paper yang kami buat selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.



DAFT AR PUSTAKA

            Husni Mubarok. Manajemen Strategi. Kudus. Dipa STAIN Kudus. 2009.
Mamduh M, Hanafi, L. Wheelen. Manajemen Strategis. ANDI. Yogyakarta.
2001.
Muhammad Ismail Yusmanto. Manajemen Strategis Perspektif Syariah. Khairul
Bayan. Jakarta,  2003
Muhammad. Etika Bisnis Islam. Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Yogyakarta
Nana Herdiana Abdurrohman. Manajemen Bisnis Syari’ah dan Kewirausahaan.
Bandung. Pustaka Setia. 2013.
M. Karebet Widjajakusuma. M. Ismail Yusanto. Pengantar Manajemen Syariat,
Khairul Bayan. Jakarta. 2003.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar