Manajemen
Strategi Dalam ISLAM
Latar Belakang
Dalam Islam, istilah berbisnis sudah tidak
asing lagi melainkan sudah sangat populer. Berbisnis dalam Islam adalah
transaksi akad jual beli yang memperoleh keuntungan. Inti dari berbisnis adalah
pertama, adanya akad jual beli, kedua adalah adanya penjual dan pembeli dan
yang ketiga adalah adanya keuntungan yang didapat.
Islam merupakan agama yang komperehensif,
mencakup semua aspek kehidupan baik didunia maupun di akhirat. Dalam kehidupan
dunia, Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk menjadi khalifah.
Tentun ya, bagaimana manusia dapat mengelola dunia dengan baik sehingga timbul
kemanfaatan dan kebagiaan.salah satu cvara bagaimana manusia dapat mengelola
dan mengurus dunia adalah dengan berbisnis. Berbisnis dalam Islam juga
memiliki strategi yang handal jika diterapkan dalam kehidupan. Dalam Islam,
berbisnis merupakan format penerapan mencari rizki dengan baik karena Allah SWT
dalam Al-Qur’an telah menyuruh manusia untuk berusaha mencari rizki yang halal
dan baik.
Dalam realitanya sekarang ini, banyak orang
yang melakukan bisnis tetapi jauh dari koridor Islam. Produk yang dihasilkan
terkadang tidak sesuai dengan syara’. Pelayanan tidak memadai bahkan saling
menjatuhkan antar para kompetitor. Hal inilah yang menjadi problem berbisis
dalam Islam. Disamping itu, banyak orang yang masih belum mengetahui tentang
berbisnis secara detail. Oleh karena itu, strategi berbisnis dalam Islam
sangatlah penting dan dibutuhkan bagi seluruh manusia terutama umat Islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
strategi ?
2. Bagaimana
strategi dalam tinjauan Islam ?
3. Bagaimana
implementasi strategi Islam dalam berbisnis ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Strategi
Kata
“strategi” berasal dari bahasa yunani “strategos”, yang berasal dari ‘stratos’
yang berarti militer dan ‘ag’ yang berarti memimpin.[1] Istilah manajemen strategi merujuk kepada
proses manajemen untuk merumuskan visi, menentukan tujuan, menyusun strategi,
mengimplementasikan dan melaksanakan strategi, serta mengadakan koreksi
penyesuaian dalam visi, tujuan, strategi dan pelaksanaanya yang tidak sesuai.
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai serangkaian keputusan dan
tindakan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan
lintas fungsi yang dirancang untuk meraih tujuan suatu perusahaan.
Konsep strategi berasal dari istilah militer, yang berasal dari kata Yunani strategia,
yang berarti seni atau ilmu menjadi jendral. Dalam perkembangannya istilah
strategi dipakai di bidang lain seperti manajemen.
Konsep strategi mencakup komponen perencanaan dan pengambilan keputusan
organisasi dalam mencapai tujuan. Strategi didefinisikan sebagai penetapan
tujuan jangka panjang yang sifatnya mendasar dari suatu organisasi, dan
pemilihan alternative tindakan serta alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan.[2]
B.
Strategi Dalam Tinjauan Islam
Proses menyusun strategi pada masa Rasulullah
juga sering kali digunakan untuk berdakwah dan memperluas kekuasaan atau bahkan
berperang. Salah satu konsep strategi perang yang diketahui adalah kisah Khalid
bin Walid Radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu sangat sadar, tidaklah mungkin
menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu
mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu mengganti
formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan
yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun
sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin
mendapat bantuan tambahan pasukan baru. Selain itu, khalid bin Walid
mengulur-ulur waktu peperangan sampai sore hari karena menurut aturan
peperangan pada waktu itu, peperangan tidak boleh dilakukan pada malam hari.
Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya
agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik
pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan
yang datang dengan membuat debu-debu berterbangan. Pasukan musuh yang
menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar
mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang
pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu,
pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan
pertempuran.
Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka
tidak mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi
berarti Islam sudah menang.
Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa
secara tidak langsung Islam telah mengajarkan umatnya untuk merangkai dan
menjalankan sebuah strategi agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Begitu pula strategi dalam sebuah organisasi
pada dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses (aktivitas) penentuan dan
pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning,
organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya
organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga
amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
Berkenaan dengan hal itu, Islam telah
menggariskan bahwa hakikat amal perbuatan haruslah berorientasi bagi pencapaian
ridha Allah SWT. Hal ini seperti yang dikatakan Allah dalam Qur’an surat Al
Mulk ayat 2 sampai 3 yang mensyaratkan dipenuhinya dua syarat sekaligus, yaitu
niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan hukum syariat Islam. Bila
perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong ahsan
(ahsanul amal), yakni amal terbaik di sisi Allah SWT.[3]
Dengan demikian, keberadaan manajemen
organisasi dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi
Islam dalam kegiatan organisasi tersebut. Implementasi nilai-nilai Islam
berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal
dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya nilai
utama organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas
organisasi. Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai
asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah
amal, syariah difungsikan sebagai tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah
digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang
halal saja yang dilakukan oleh seorang muslim, sementara yang haram akan
ditinggalkan semata mata untuk menggapai keridhoan Allah SWT.
Sebagai sebuah proses Islami, maka manajemen
strategis bagi suatu organisasi akan dikendalikan oleh nilai-nilai
transendental (aturan halal-haram), dari cara pengambilan keputusannya hingga
pelaksanaannya sama sekali berbeda dengan aplikasi manajemen strategis
konvensional yang non Islami.
Berbeda bengan landasan sekularisme yang
bersendikan pada nilai-nilai material, aplikasi manajemen strategis non Islami
tidak memperhatikan aturan halal-haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan
dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan organisasi.
Dalam menyusun strategi jika dilihat dari
perspektif Islam menekankan pada wilayah halal dan haram. Hal tersebut dapat
dilihat pada prinsip-prinsip Islam mengenai halal dan haram, prinsip-prinsip tersebut
diantaranya yaitu:
1.
Segala sesuatu pada dasarnya boleh.
2.
Untuk mebuat absah dan untuk melarang adalah hak Allah semata.
3.
Melarang yang halal dan membolehkan yang haram sama dengan shirik.
4.
Larangan atas segala sesuatu didasarkan atas sifat najis dan melukai.
5.
Apa yang halal adalah yang diperbolehkan, dan yang haram adalah yang dilarang.
6.
Apa yang mendorong pada yang haram adalah juga haram.
7.
Menganggap yang haram sebagai halal adalah dilarang.
8.
Niat yang baik tidak membuat yang haram bisa diterima.
9.
Hal-hal yang meragukan sebaiknya dihindari.
10. Yang
haram terlarang bagi siapapun.
11.
Keharusan menentukan adanya pengecualian.[4]
Hal tersebut selaras dengan sabda Rasulullah
SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menekankan bahwa tolak ukur
strategi adalah hukum syara’ tentang halal haram, hadist tersebut
berbunyi :
“Tinggalkan olehmu sekalian apa saja yang telah
ku tinggalkan. Sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan umat-umat sebelum
adalah banyaknya pertanyaan mereka dan mereka bertindak tidak sesuai dengan apa
yang disampaikan oleh nabi-nabi mereka. Oleh karena itu, bila aku melarang
sesuatu kepada kamu sekalian maka jauhilah, dan bila aku memerintahkan sesuatu
maka kerjakanlah sekuat tenaga.”
Begitu pula dengan apa yang difirmankan oleh
Allah SWT pada Qur’an surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi :
Artinya : “.. Apa saja yang
dibawa/diperintahkan oleh Rasul (berupa hukum) kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah..,” (Q.S Al-Hasyr : 7).
Jadi, Islam telah menetapkan bagi manusia suatu
tolok ukur untuk menilai segala sesuatu, sehingga dapat diketahui mana
perbuatan yang terpuji (baik) yang harus segera dilaksanakan dan mana perbuatan
tercela (buruk) yang harus segera ditinggalkan. Tolok ukur ini, adalah hukum
syara’ yakni aturan-aturan Allah SWT. Yang dibawa oleh Rasul. Bukan akal dan
nafsu manusia. Sehingga apabila syara’ menilai perbuatan tersebut terpuji
(baik), maka itulah terpuji (baik), sedangkan apabila syara’ menilai suatu
perbuatan tercela (buruk) maka itulah tercela (buruk).
Tolak ukur ini bersifat abadi dan tidak berubah
selama-lamanya. Karena itu perbuatan yang terpuji (baik) menurut syara’ seperti
shalat, berakhlak mulia, menepati janji, berbuat baik kepada orang tua,
melaksanakan jual beli dengan jalan yang halal, dan lain-lain tidak akan
berubah menjadi perbuatan yang tercela (buruk). Hal tersebut dapat digunakan
dalam menyusun strategi yang bertujuan untuk menggapai visi, misi dan tujuan organisasi
harus melihat prinsip-prinsip halal haram tersebut agar tujuan organisasi tidak
hanya demi menggapai orientasi materi tetapi juga demi menggapai ridho Allah
pada setiap prosesnya.
C.
Implementasi Perencanaan Strategis Islam Dalam Berbisnis
Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Oleh
karena itu, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah
satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memiliki tanggungan, untuk “bekerja”. Bekerja merupakan salah
satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk
melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan
manusia untuk mencari rezeki. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disebutkan
oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk [67] : 15, yang berbunyi :
Artinya : “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Q.S Al-Mulk :[67]: 15
Selain itu
dalam mencari rezeki Islam juga sangat menekankan pada aspek kehalalannya, baik
dari sisi perolehan maupun pendayagunaannya.
Sejalan dengan kaidah ushul “al-alsufi al-afal at-taqayyud bi huhmi
asy-syar’i”, yang berarti bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat
dengan hukum syara’: wajib, sunnah, makruh, atau haram, pelaksanaan bisnis
harus tetap berpegang pada ketentuan syariat. Dengan kata lain, syariat
merupakan nilai yang menjadi payung strategis ataupun taktis organisasi bisnis.
Dengan kendali syari’at, bisnis bertujuan mencapai empat hal utama, yaitu
1.
Targeting hasil : profit-materi dan benefit-nonmateri
2.
Pertumbuhan, artinya terus meningkat
3.
Keberkahan atau keridhaan Allah
Targeting hasil : Profit-materi dan benefit-nonmateri. Tujuan perusahaan tidak
hanya untuk mencari profit (qimah maqdiyah atau nilai materi)
setinggi-tingginya, tetapi juga memperoleh dan emmberikan benefit (keuntungan
atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan),
seperti terciptanya suasana persaudaraan, dan sebagainya.
Benefit yang dimaksudkan tidak serta-mata memberikan manfaat kebendaan, tetapi
juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal
perbuatan tidak hanya beroroentasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga
orientasi lainnya, yaitu qimah inaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah
ruhiyah. Dengan orientasi al-insaniyah berarti pengelola perusahaan juga
dapat memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja,
sedekah, dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah mengandung pengertian
bahwa nilai-nilai akhlaqul karimah (akhlak mulia) menjadi suatu kemestian yang
harus muncul dalam setiap aktivitas pengelolaan perusahaan, sehingga dalam
perusahaan tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan
fungsional atau profesional. Sementara itu, qimah ruhiyah berati
perbuatan tersebut bermaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam setiap amalnya, seorang muslim selain harus berusaha meraih qimah yang
dituju, upaya yang dilakukan itu juga harus sesuai dengan aturan Islam. Dengan
kata lain, suatu aktivitas harus disertai kesadaran hubungannya dengan Allah.[5]
Dengan berkembangnya konteks persaingan, dunia usaha di tuntut untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi yang dapat mengantisipasi
terhadap kecenderungan-kecenderungan baru untuk mencapai dan mempertahankan posisi
bersaing maupun keunggulan kompetitifnya. Perumusan strategi tersebut merupakan
keputusan yang menyelaraskan antara kondisi lingkungan eksternal yang terjadi
sekitar perusahaan, dan sumber daya, serta harapan dan tujuan yang ingin
dicapai perusahaan yang akan datang.
Strategi merupakan pilihan pola tindakan atau rencana tentang apa yang ingin
dicapai perusahaan dan hendak menjadi apa suatu organisasi dimasa yang akan
datang dengan mengintegrasikan tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan serta
bagaimana cara mencapai keadaan yang dinginkan tersebut dengan
mengalokasikan sumber daya yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut.[6]
Konsep dasar strategi merupakan rencana berskala besar dengan berorientasi masa
depan, untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan, demi mencapai tujuan
perusahaan dalam jangka panjang. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan
mengenai bagaimana, kapan, dan dimana perusahaan akan bersaing, dengan siapa
perusahaan sebaiknya bersaing, dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing.
Dalam mendapatkan keunggulan bersaing bisa jadi terdiri dari dari banyak
persaingan/pertempuran, dan untuk mendapatkan keunggulan bersaing tidak harus
memenangkan semua pertempuran. Proses paling penting pada saat perumusan
strategi adalah saat merumuskan alternatif dan menentukan pilihan tujuan dan
cara mencapainya.[7] Untuk mencapainya maka perlu dibuatnya
kerangka perencanaan strategis, diantaranya yaitu :
1.
Tahapan I, Prakondisi Perencanaan
Tahapan ini berintikan pada analisis dan
diagnosis internal dan eksternal organisasi. Analisis tersebut bertumpu pada
basis data tahunan dengan pola 3-1-5. Maksudnya , data yang ada diupayakan
mencakup data perkembangan pada 3 tahun sebelum dilakukan analisis serta
kecenderungan organisasi untuk 5 tahun ke depan. Pada tahapan ini analisis SWOT
sangat diperlukan untuk menganalisis kondisi internal maupun eksternal. Hal
tersebut dilakukan agar strategi memiliki dasar serta fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan dan tentu dengan melihat aspek halal-haramnya.
2.
Tahapan II, Perumusan Perencanaan
Apabila prakondisi perencanaan berhasil maka
langkah selanjutnya adalah melakukan perumusan perencanaan. Tahapan ini
meliputi tiga jenjang perencanaan, yaitu strategi induk, strategi program
jangka menengah, dan program jangka pendek.
a.
Strategi Induk, pada strategi induk berisikan visi, misi dan tujuan yang
berorientasi pada syariah.
b.
Strategi Program Jangka Menengah, dalam strategi ini terdapat rencana-rencana
fungsional yang berfungsi untuk mengimplementasikan strategi induk yang telah
ditentukan dalam jangka waktu setengah dari waktu pencapaian.
c.
Tahapan III Implementasi dan penilaian umpak balik
·
Implementasi. Pada tahap ini, implementasi perencanaan bertumpu pada alokasi
dan pengorganisasian SDM. Aktivitas ini mencakup distribusi kerja diantara
individu dan kelompok kerja dengan mempertimbangkan tingkatan manajemen, tipe
pekerjaan, pengelompokan pembagian pekerjaan serta mengusahakan agar
bagian-bagian itu menyatu seluruhnya dalam sebuah tim dimana seluruh anggotanya
bersinergi dalam kesamaan visi, misi, dan tujuan organisasi.
·
Penilaian dan umpan balik, tahapan ini adalah proses paling akhir dari
perencanaan strategis. Penilaian dilakukan sesuai prosedur organisasi yang
dikembangkan. Yakni yang mengacu pada tolak ukur strategi dan operasional.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Strategi didefinisikan sebagai penetapan visi, misi dan tujuan jangka panjang
yang sifatnya mendasar dari suatu organisasi, dan pemilihan alternative
tindakan serta alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Dalam tinjauan Islam, strategi telah dijalankan
oleh para sahabat Rasul dalam berdakwah dan berperang yang bertujuan untuk
mencapai Ridho Allah dan memperluas ajaran Islam. Sedangkan manajemen
strategis bagi suatu organisasi akan dikendalikan oleh nilai-nilai
transendental (aturan halal-haram), dari cara pengambilan keputusannya hingga
pelaksanaannya sama sekali berbeda dengan aplikasi manajemen strategis
konvensional yang non Islami.
Dengan berkembangnya konteks persaingan, dunia usaha di tuntut untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi yang dapat mengantisipasi
terhadap kecenderungan-kecenderungan baru untuk mencapai dan mempertahankan
posisi bersaing maupun keunggulan kompetitifnya. Perumusan perencanaan strategi
sangat diperlukan oleh pelaku bisnis untuk menganalisis bisnis yang akan
dijalankan. Hal tersebut merupakan keputusan yang menyelaraskan antara kondisi
lingkungan eksternal yang terjadi sekitar perusahaan, dan sumber daya, serta
harapan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang akan datang.
B.
SARAN
Demikian
makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan
pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan untuk lebih baiknya paper yang kami buat selanjutnya. Selamat
membaca dan semoga bermanfaat.
DAFT AR PUSTAKA
Husni Mubarok. Manajemen Strategi. Kudus. Dipa STAIN Kudus. 2009.
Mamduh M, Hanafi, L. Wheelen. Manajemen Strategis.
ANDI. Yogyakarta.
2001.
Muhammad
Ismail Yusmanto. Manajemen Strategis Perspektif Syariah. Khairul
Bayan. Jakarta, 2003
Muhammad. Etika Bisnis Islam. Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN.
Yogyakarta
Nana
Herdiana Abdurrohman. Manajemen Bisnis Syari’ah dan Kewirausahaan.
Bandung. Pustaka Setia. 2013.
M.
Karebet Widjajakusuma. M. Ismail Yusanto. Pengantar Manajemen Syariat,
Khairul Bayan. Jakarta. 2003.